A. Aplikasi instrumentasi Bimbingan dan konseling
Aplikasi
instrumentasi bimbingan dan konseling yaitu kegiatan pendukung bimbingan dan
koseling untuk mengumpulkan data dan keterangan tentang peserta didik (baik
secara individu maupun kelompok).aplikasi instrumentasi bimbingan dan
konseling, digunakan dan dikembangkan berbagai insrtumen,baik tes maupun
non-tes.[1]
1.
Instrumen tes
Tes merupakan prosedur untuk
mengungkapkan tingkah laku seseorang dan menggambarkannya dalam bentuk skala
angka atau klasifikasi tertentu,untuk instrumen tes bisa dalam bentuk tes
psikologis seperti tes intelengensi,bakat dan minat, dan tes hasil belajar. Dalam bentuknya yang nyata tes meliputi
serangkaian pertanyaan (tertulis atau lisan) atau tugas yang harus dijawab atau
dikerjakan oleh orang yang di tes, ada macam-macam untuk bimbingan dan
konseling:
a. Tes yang mengukur intelengensi umum (general intelegenci test)
b. Tes yang mengukur kemampuan khusus/ bakat (special ability trst)
c. Tes yang mengukur prestasi (acbievement test)
d. Tes yang mengungkapkan aspek kepribadian (personality assessment)[2]
2. Instrumen Non-tes
Kewenangan
menyelenggarakan administrasi instrument nontes pada umumnya lebih terbuka.penyelenggaraan
harus terlebih dahulu berlatih diri sehingga benar-benar mampu
menyelengarakanya sesuai dengan syarat-syarat pengukuran yang baik yaitu
a)
Memahami isi dan bentuk instrument yang digunakan secara mendalam dan
menyeluruh,
b)
Memperoleh izin dari pihak yang memiliki kewenangan atas instrument tersebut
B. Penyelenggaraan Himpunan Data
Himpunan
data bertujuan untuk memperoleh pengertian yang lebih luas,lebih lengkap,dan
lebih mendalam tentangmasing-masing peserta didik dan membantu siswa memperoleh
pemahaman diri sendiri. Penyelenggaraan himpunan data juga bertujuan untuk
menyediakan data yang berkualitas dan lengkap guna menjunjang penyelengaraan
pelayanan bimbingan dan konseling.[3]
Fungsi utama himpunan data dalam bimbingan konseling ialah fungsi pemahaman
terhadap berbagai aspek kepribadian serta lingkungan yang erat kaitanya dengan
proses pemberian bimbingan atau layanan individu maupun kelompok.
C.
Konferensi Kasus
Konferensi
kasus merupakan forum terbatas yang dilakukan oleh pembimbing atau konselor
guna membahas suatu permasalahan dan arah pemecahanya.Tujuan konferensi kasus
secara khusus antara lain untuk mendapatkan suatu consensus dari para ahli
dalam menafsirkan data atau informasi yang cukup memadai dan memudahkan pengambilan
keputusan, konferensi kasus merupakan kegiatan pendukung atau pelengkap dalam
bimbingan dan konseling untuk membahas permasalahan siswa (konseli) dalam suatu
pertemuan, yang di hadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan keterangan,dan
kemudahan dan komitmen bagi terentasnya permasalahan siswa (konseli).
Tujuan
konferensi kasus bertujuan untuk mengumpulkan data secara lebih luas dan akurat
serta menggalang komitmen pihak-pihak yang terkait dengan kasus (masalah
tertentu) dalam rangka pemecahan masalah.[4]
D. Kunjungan Rumah
Kunjungan rumah bisa bermakna upaya
mendeteksi kondisi keluarga dalam kaitannya dengan permasalahan individu atau
siswa yang menjadi tanggung jawab konselor dalam pelayanan bimbingan dan
konseling. Kunjungan rumah dapat mempererat hubungan antara konselor dan pihak
orang tua serta klien, sehingga terjadi suatu hubungan yang dinamis dan
harmonis. Hal ini akan sangat berpengaruh dan membantu dalam pengentasan
masalah yang dialami peserta didik. Selain itu, konselor dapat memberikan saran
kepada pihak orang tua dalam upaya memecahkan masalah yang dialami peserta
didik. Dengan demikian, maka tercipta suatu keadaan yang kondusif untuk
pengembangan potensi peserta didik
E. Alih Tangan Kasus
Hal inilah yang melandasi kegiatan
alih tangan kasus. Bahwa seorang konselor harus menggunakan prinsip follow up
reference, dimana kasus-kasus yang tidak teratasi atau harus ditangani oleh
pihak lain yang memiliki kompetensi di bidang tertentu. Konselor hendaknya
menyerahkan masalah atau kasus kepada orang yang berkompetensi atau berprofesi
di bidang yang tepat. Pihak terkait ini dapat berupa seorang psikiater, dokter,
ahli agama dan lain-lain sesuai dengan masalah yang dialami peserta didik.
Dengan kata lain, seorang konselor dituntut bijaksana dalam suatu masalah.
Artinya, permasalahan yang tidak teratasi atau perlu ditangani oleh ahli
hendaknya memindahkan penanganan kasus kepada pihak-pihak lain dalam upaya
pengentasannya. Dalam kasus-kasus tertentu, misalnya peserta didik mengalami
gangguan kejiwaan, maka perlunya penanganan dari pihak psikiater. Alih tangan
kasus adalah kegiatan pendukung bimbingan dan konseling untuk mendapatkan
penanganan lebih tepat dan tuntas atas masalah yang dialami peserta didik
dengan memindahkan penanganan kasus dari satu pihak ke pihak lainnya. Dalam
kasus-kasus tertentu, misalnya peserta didik mengalami gangguan kejiwaan, maka
perlunya penanganan dari pihak psikiater.
KESIMPULAN
Dengan demikian maka kami simpulkan bahwasanya dalam
pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah maka dengan mengingat bahwa anak
bimbing (siswa) adalah hambah Allah yang sedang berkembang dan tumbuh, dan
perkembangannya atau pertumbuhan tidak sama bagi masing-masing anak bimbing
tergantung pada bakat dan kemampuan yang ada pada dirinya, maka dengan system
pendekatan terhadap individu hendaknya dilakukan serta teknik-teknik apa yang
tepat dalam peroses bimbingan dan konseling.
DAFTAR PUSTAKA
Ermis Suryana,Bimbingan dan Konseling di Sekolah,(Palembang:GrafikaTelindo
Press,2010),hlm. 250
Ibid,hlm.40
Tohirin, Bimbingan dan Konseling disekolah dan madrasah, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2007)hal:326
Tohirin,Bimbingan dan
Konseling disekolah dan madrasah,(Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,2007)hal:218
[1] Ermis
Suryana,Bimbingan dan Konseling di
Sekolah,(Palembang:GrafikaTelindo Press,2010),hlm. 250
[2] Tohirin, Bimbingan
dan Konseling disekolah dan madrasah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2007)hal:326
[3] Tohirin,Bimbingan dan Konseling disekolah
dan madrasah,(Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,2007)hal:218
[4] Ibid,hlm.40
Tidak ada komentar:
Posting Komentar